Malam ini, udara terasa sangat dingin, menusuk-nusuk sampai ketulang.
Hujan deras seakan tiada henti, membuat suara riuh diatas atap ini. Aku
mendengarkan lagu-lagu sendu. musik dan suara air hujan berpadu menjadi
satu, membuat telinga nyaman namun pilu dihati menyeruak. Semakin
malam, hujan semakin lebat, aku duduk dekat jendela, mengamati air yang
turun dengan derasnya. Jantung ini berdebar semakin kencang, dada terasa
sesak seiring aku menahan air mata ini…
Aku menyambar hpku, secepat kilat aku membuka media dan membuka
file-file foto, aku tekan huruf ‘A’ lalu muncullah fotomu, Abah. Hanya
satu foto yang ada dihape ini, hanya itu yang dapat memberiku gambaran
akan wajahmu, walaupun foto itu tidak terlalu jelas, namun itu
benar-benar dapat mengobati pilu ini.
Aku mulai memaksa otakku untuk kembali mengingat masa kecil dulu, untuk menggali lebih dalam kebersamaan kita,Papa. Namun otakku seakan beku, tidak ada satupun gambaran tentangmu diotak ini. Semakin aku coba, air mata ini semakin deras, aku tidak dapat membuka memori antara aku dan Papaku, kaya udah kedelete semua. Aku kembali pandangi fotomu, kuliat senyum tipis diwajahmu, aku men-zoom fotomu, mengamati setiap detail difoto itu, namun wajahku seakan mendidih setiap kali aku mencoba untuk berhenti mengeluarkan air mata. Rasanya saat itu juga aku ingin mendengar suaramu, memelukmu seerat-eratnya, mencium tanganmu, dan ingin sekali rasanya dipangku olehmu.
Aku gak bisa nangis kenceng-kenceng, aku harus bisa nahan emosi ini, aku gak mau membangunkan seantero keluarga ini. Namun semakin kutahan, luka ini seakan semakin dalam menyayat hati. Kembali aku pandangi foto itu, aku cium layar hpku, berharap rasa rindu untuk papa bisa terobati dan berharap beliau juga merasakan hal yang sama setiap kali rasa rindu itu membuncah seakan mau meledak.
Aku mulai memaksa otakku untuk kembali mengingat masa kecil dulu, untuk menggali lebih dalam kebersamaan kita,Papa. Namun otakku seakan beku, tidak ada satupun gambaran tentangmu diotak ini. Semakin aku coba, air mata ini semakin deras, aku tidak dapat membuka memori antara aku dan Papaku, kaya udah kedelete semua. Aku kembali pandangi fotomu, kuliat senyum tipis diwajahmu, aku men-zoom fotomu, mengamati setiap detail difoto itu, namun wajahku seakan mendidih setiap kali aku mencoba untuk berhenti mengeluarkan air mata. Rasanya saat itu juga aku ingin mendengar suaramu, memelukmu seerat-eratnya, mencium tanganmu, dan ingin sekali rasanya dipangku olehmu.
Aku gak bisa nangis kenceng-kenceng, aku harus bisa nahan emosi ini, aku gak mau membangunkan seantero keluarga ini. Namun semakin kutahan, luka ini seakan semakin dalam menyayat hati. Kembali aku pandangi foto itu, aku cium layar hpku, berharap rasa rindu untuk papa bisa terobati dan berharap beliau juga merasakan hal yang sama setiap kali rasa rindu itu membuncah seakan mau meledak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar