Hingga kini aku sadar, kejujuran bukanlah selamanya jalan
terbaik dalam menilai seseorang.
Jujur tak benar-benar memulihkan.
Delapan bulan aku dipermainkan—mungkin saja lebih. Dibohongi.
Diperdaya. Shit!
Padahal, delapan bulan—saat itu, aku benar-benar tulus. Terlebih
untuk menerima segala kepalsuan yang kuanggap nyata dan entah itu seandainya
nyata ataupun (walau ternyata) tidak sudahlah pasti perih rasanya. Oke, ini mulai
terdengar rumit.
Hingga kini, aku tidak dapat memaafkan kepolosanku saat itu.
Ketika kamu berpikir terlalu positif dalam menilai
seseorang, kau harus siap dengan rasa sakit yang sangat ketika dihadapi dengan
kenyataan tengah diperdayai.
Mungkin hatiku masih terlalu lemah, hingga ia terlalu bodoh
untuk memberikan kesempatan terus menerus pada pendusta.
Pernah ku merasa terlalu cepat mengenalnya. Sampai aku
benar-benar takut untuk tenggelam lebih dalam dan dalam.. ah, toh dia sulit
sekali mengenalku. Benar-benar mengenalku! Aku bodoh karena takut bertaruh
sakit lagi. Karena seseorang berkata padaku, ketika cinta itu datang dengah
cepat, ia juga akan pergi dengan cepat. Aku berpikir, aku sedang di luar
lingkaran sekarang.
Ini yang kedua kalinya, (berusaha) mencintai orang yang sama
walau dengan cara yang berbeda. Sepuluh kali sudah pengulangan tanggal sebelas
itu. Aku masih saja menahan. Walau angin kian kencang. Semakin kencang..
Baiklah, walau sangat ingin aku ungkapkan.. aku hanya ingin
diam.
Aku adalah seseorang yang selalu ingin menulis—di tiap
merasa. Aku—dulunya, tak akan segan. Mengasihi cintaku melalui puisi. Karena sebenarnya
aku memang suka menyanjung apapun yang ku suka. Dan akhirnya seperti itu, sama
seperti yang dulu, membuatku dihempas. Ah, lucu.. bodohku.
Ada tawa mereka di balik itu—aku tahu, rasa iba yang
merendahkan.
Dan aku tidak akan mengulanginya.
Apa aku pernah bercerita? Sangat sulit untukku mencintai. Benar-benar
mencintai! Terlebih setelah disakiti. Terlebih lagi mencintai (lagi) orang yang
telah menyakitiku. Huft
Aku tak suka perubahan. Maka aku tak percaya adanya
perubahan. Tapi aku percaya perkembangan, ya itu berbeda.
Sekali aku dibohongi. Aku akan sangat sulit untuk percaya. Maaf.
Tapi itu memang begitu. Jika tidak terlihat begitu, percayalah.. ada ribuan
kecurigaan di otakku.
Tapi untuk memaafkan, tenang saja. Aku selalu tulus
melakukannya. Dan ini kerap kali mereka manfaatkan. Aku memang tak bisa
bertahan lama, untuk marah. Dendam? Mungkin iya.
Jadi, aku katakan, sulit sekali rasanya menjalani yang kedua
ini. Walau tak lama lagi setahun. Semakin banyak kata-kata manis, aku malah
menjadi curiga. Semakin aku diperhatikan, aku malah tak percaya. Dan ketika ia
mulai menjauh, aku benar-benar merasa bodoh.
Apa aku salah lagi, Tuhan?
Hhmm..
Walau tak dapat dielakkan, aku adalah seseorang yang selalu
berharap. Aku selalu menyakiti diriku dengan menimbun tiap harap.
Tapi kini, bolehkah aku berharap sekali saja, wahai hatiku?
Baiklah. Mungkin ini bukan yang pertama. Dan sangat bisa akan
ada yang berikutnya lagi. Tapi, aku ingin berharap sekali lagi dengannya, dan
aku berjanji ini yang terakhir. Dan jika ini gagal, aku tak akan kembali. Aku akan
benar-benar pergi. Maafkan aku hatiku. Mungkin tegarmu tak sekuat logikaku,
tapi izinkan aku sekali ini saja. Mencintainya tanpa syarat.
Baiklah, silakan bertanya. Dimana harga diri?
Huft
Hanya saja, terlalu naïf bagiku untuk tidak mengatakan telah
mencintainya. Benar-benar terperangkap. Ini menyiksa. Dan pabila ia
melakukannya lagi, menyakitiku seperti itu. Aku harus menerima, bahwa cinta
sakit itu, yang selalu ku cari. Bahwa cinta adalah dia. Yang membatasi cintaku
pada lelaki lain. Karena adalah dia, seseorang yang selalu aku pikirkan, dan
membuatku merasa ajaib ketika memikirkannya seketika itu handphoneku berbunyi
mengabarkan dia. Bahwa hanya dia yang (berusaha) selalu ada, walau terkadang
tak mengerti, namun hanya dia yang benar-benar ingin aku tujukan segala
kondisiku. Walau sekarang dia menjauh, dan aku merasa itu wajar saja. Aku sangat
siap.
Karena rasa sesalnya, dia bersabar atas aku. Atas rasa
bersalahnya, ia menghargai aku.
Dan mungkin aku telah tertipu lagi karena kini berpikir
bahwa hanya dia yang rela melakukan apapun untukku, karena mencintaiku.
Sadarlah, Fin..