"Ibu, ketika anak-anakmu t’lah beranjak
dari pangkuanmu, tak lagi meminta gendong, pun menggelendot manja
terhadapmu, maka lepaskanlah, relakanlah. Jangan pula secuilpun khawatir
kau singkap untuknya. Tiada guna kau memegang kendali atas dirinya
lagi. S’bab yang kau lakukan hanya ‘kan melambatkan langkahnya.
Ikhlaskan putra-putrimu pergi, menjauh darimu. Mereka tengah menempa
diri, mencari kebaikan setelah sekian lama berada di dalam asuhan.
Bekali saja dengan dua hal yang dibutuhkan: doa dan restu darimu.
Niscaya ‘kan mengamankannya sepanjang kembara."
***
Demikianlah yang ingin kusampaikan kepada ibundaku yang begitu
mengasihiku. Aku ingin pergi jauh darinya, agar tak terlampau lama
bergantung padanya yang kian renta. Menempa diri agar menjadi sosok
berarti. Meski sesungguhnya aku tak tahu apakah ini keputusan yang tepat
atau sekadar mengikuti laku emosi belaka. Dan, akan pergi ke mana aku?
Kepada siapa yang menjadi tujuanku? Wahai, esok hari, kabarkan kepadaku
apa yang kucari. Sampaikan pula apa saja yang ‘kan terjadi nanti. Tolong
aku…
Seandaianya aku menuruti keinginan ini, apakah nantinya aku ‘kan
berhasil? Apakah aku mampu menggapai puncak karier? Apakah aku akan
bahagia dengan pilihanku? Apakah aku akan… ah, bagaimana bila… bila
malah gagal, jatuh miskin, kerap sakit, ditipu orang? Tak mampu
kumeneruskan lebih panjang lagi.
Siapa yang tahu akan jadi apa aku esok hari? ‘Ku ‘kan hanya sampai
pada sebuah harapan dan doa. Karena aku manusia hari ini. Aku hanya
memiliki hari ini. Kemarin sudah lepas bukan milikku lagi dan tidak
boleh disesali. Sementara esok hari masih belum pantas kumiliki. Masih
berselubung misteri. Pada akhirnya, hanya sampailah pada keinginan.
Selanjutnya adalah penyerahan diri saja.
Aku tak mampu menerawang masa depan. Berencana pun acapkali menjumpai
ketidakselarasan. Karena aku tak tahu akan kenyataan hari esok dan masa
depan, jadikanku terjebak ke dalam pintu yang salah. Begitu seterusnya
hingga nanti kutemukan pintu-pintu yang tepat untuk dimasuki.
Ya, karena aku hanya manusia hari ini. Kewenanganku hanya sampai di
sini. Tidak boleh menjangkau yang bukan jatahku. Aku hanya bisa
menyambut masa depan… yang senyatanya aku sendiri tak pernah tahu
wujudnya macam apa, bagaimana, hingga benar-benar menjadi kenyataan.
Baik-buruk musti kuterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar